
Views: 13
Surabaya – Pada 26 Desember 2004, dunia diguncang oleh bencana alam yang menewaskan lebih dari 230.000 jiwa di kawasan Asia Tenggara, dengan Aceh sebagai wilayah yang paling terdampak. Tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi berkekuatan 9,1 skala Richter ini mengubah wajah Aceh dalam sekejap. Pagi yang cerah itu berubah menjadi malam yang gelap gulita, saat ombak setinggi puluhan meter menghantam pesisir Aceh dan wilayah sekitarnya. Ribuan orang kehilangan keluarga, rumah, dan harta benda mereka, sementara banyak lainnya terluka dan kehilangan tempat tinggal.
Memasuki 20 tahun setelah tragedi tersebut, proses pemulihan Aceh telah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Berbagai upaya rekonstruksi dan rehabilitasi telah dilakukan dengan bantuan dalam dan luar negeri, termasuk program pemulihan psikososial untuk korban dan pembangunan infrastruktur yang lebih tahan terhadap bencana. Aceh kini tampil sebagai simbol kebangkitan dan ketangguhan dalam menghadapi bencana, meski bekas luka fisik dan emosional masih membekas.
Di balik kesedihan yang mendalam, peringatan 20 tahun tsunami Aceh juga menjadi momen refleksi untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana serupa. Banyak pelajaran berharga yang dapat dipetik, terutama dalam hal mitigasi bencana dan sistem peringatan dini. Selain itu, perkembangan teknologi dan sistem informasi kini mempermudah deteksi bencana alam, memberikan harapan bahwa kejadian serupa dapat diminimalkan dampaknya di masa depan.
Sivitas akademika FMIPA Unesa berkontribusi aktif dalam berbagai penelitian dan pengembangan teknologi terkait mitigasi bencana. Melalui riset dan inovasi yang dilakukan oleh para dosen dan mahasiswa, FMIPA Unesa turut berperan dalam menyediakan solusi yang dapat meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana alam. Semangat untuk memajukan ilmu pengetahuan demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya bersama untuk menjaga Aceh dan Indonesia tetap tangguh dalam menghadapi bencana.